Masih coba lanjutin cerbung Romantis Mr Hero vs Mrs Zero part ~ 25 berharap kalau ini cerbung nggak lebih dari 30 part. Karena endingnya udah ditulis, jadi mungkin bisa diselesaikan lebih cepat.
Buat yang lupa sama part sebelumnya, bisa dilirik di sini Cerbung Romantis Mr Hero vs Mrs Zero part ~ 24 ya. Happy reading...
Olive melangkahkan perlahan menelusuri koridor sekolahnya, ia sengaja kabur dari kemungkinan introgasi oleh Devi. Gadis itu pasti sudah gatel ingin menanyakan perihal dirinya yang sebelumnya cerah sekarang tampak mendadak diam, Olive tentu saja menyadari itu. Namun mendapatkan teror dari sahabatnya akan menjadi pilihan terkahir darinya untuk hari ini, setidaknya sekarang ia harus memastikan dulu kalau Arial akan melepaskannya dan tidak akan menyeretnya kepengadilan atau apapun itu. Apalagi kalau sampai masa depannya harus bersama pria itu, Olive jelas tidak ingin hal itu terjadi.
Baru melewati sebuah ruangan yang tampak ramai Olive menghentikan langkahnya, kemudian mundur secara perlahan, mengintip dari balik tembok pintu kelas dan menelusuri seisi kelas dengan mata sipitnya, gadis itu memastikan kembali pendengarannya yang sebelumnya jelas mendengar kebisingan dari kelas yang sama, otak pas-pasannya dipaksa memproses lebih cepat untuk memata-matai grup yang sudah terbentuk dipojok kelas, dimana orang yang menjadi objek perburuannya duduk disalah satu kursi disana bersama teman-temannya.
"Loe yakin jatuh cinta beneran sama si Niken?" tanya ilham tampak sedang menegaskan kembali kalimatnya, pria itu menoleh kearah Devo yang sedang merebahkan kepalanya diatas meja.
"Loe nanya sekali lagi gue lempar keluar jendela ya," ancam Devo sambil melirik tajam kearah Ilham tanpa menangkat kepalanya.
"Sorry, selow aja kali. Gue cuma mau mastiin," balas Ilham sambil nyengir kuda.
"Itu udah pertanyaan ke 5," ucap Randi sambil mengingatkan, dan cengiran Ilham bertambah lebar, "Ya tinggal kejar aja lagi Dev, loe kayak punya kekurangan aja lemes gini," lanjutnya kearah Devo, membuat pria itu menangkat kepalanya dan menatap kearah teman-temannya yang lain.
"Gue udah berasa ngemis tau ngedeketin tu cewek. Punya hati tembok apa gimana coba, masa iya dia sama sekali nggak respect sama gue. Selalu saja alasan yang sama, dan memperlakukan gue layaknya anak kecil," keluh Devo tampak sedikit frustasi.
"Ya kan elo emang masih kecil kalau dalam pandangan dia, Jarak umur diantara kalian itu cukup memprihatinkan loh," kali ini Ilham kembali memberanikan diri untuk berusara.
"Umur nggak jadi masalah, gue masih bisa ngikutin kemauan dia kalau memang dia mau. Kurang apa coba gue jadi cowok, tajir? Iya, ganteng? Udah jelas, Romantis? Nggak usah ditanya, Baik? Banget, playboy? Kagak! Dia nggak ada ruginya kalau nerima gue buat jadi pasangannya," jelas Devo semakin terdengar frustasi.
"Ya kan udah dibilang, loe kurang tua," ucap Arial lagi-lagi mengingatkan Devo tentang kekurangannya.
"Memangnya gue bisa apa kalau begitu, harus banget gue brontak sama ibu kenapa ngelahirin gue terlambat? Atau gue harus protes sama orang tua Niken karena kecepetan saat proses pembentukan dia?" keluh Devo mulai ngelantur yang langsung mendapat gelengan dari teman-temannya.
"Dasar Sedeng, kalimat loe sama sekali nggak baik untuk anak dibawah umur," ucap Ilham walau tak urung ia juga tertawa.
"Nah kan bener, gue nggak bisa apa-apa kalau alasannya umur, kalau harus menjadi orang yang dia mau mah gampang, gue bisa berubah diri gue sendiri," balas Devo semakin terlihat kesal.
"Udah, selow aja... Entar juga tuh cewek bisa liat ketulusan elo kalau loe ngedeketinnya serius. Jangan menyerah bro, kita dukung loe kok," ucap Arial menyemangati.
"Halah, mentang-mengtang loe dapet lampu ijo sok-sokan nasehatin soal ketulusan sama gue," kali ini Devo membalas dengan kalimat yang membuat teman-temannya mengangkat sebelah alisnya bingung "Noh, anaknya dari tadi ngintip diluar," lanjutnya sambil merebahkan kembali kepalanya diatas meja, membuat teman-temannya yang lain memutar kepalanya kearah pintu dan mendapati Olive yang sedang mengintip dari balik tembok.
Tak menduga secepat itu ketahuan Olive dengan cepat menarik tubuhnya dan mulai gugup karena ketahuan sedang memata-matai, tanpa sepengetahuannya Arial malah tersenyum dan melangkah mendekatinya, Olive merasakan firasat buruk menghantuinnya dan dengan secepat yang ia bisa memutar arah kakinya untuk segera kabur, untuk saat ini sepertinya kabur akan lebih baik ia lakukan dari pada tertangkap basah sedang mengintip.
"Mau kemana?" suara Arial beserta sentuhan dilengannya membuat Olive sedikit terlonjak kaget, melirik kearah lengannya yang sedang ditahan Arial saat ia ingin melangkah pergi, tak menduga kalau Arial akan secepat ini mengejarnya, padahal jelas kalau pria itu sedang terluka. Perlahan Olive menoleh kearah Arial dengan gugup.
"Eh, Arial... Kaki kamu nggak apa-apa?" tanya Olive sambil melirik kaki Arial.
"Emm, baik." ucap pria itu sambil ikut melirik kearah kakinya, bingung dengan pertanyaan yang gadis itu lontarkan.
"Kamu benar-benar sudah baikan?" tanya gadis itu sekali lagi dan kali ini menatap kearah Arial, meskipun bingung Arial tetap mengangguk dan senyuman langsung bertengger dibibir manis gadis itu "Beneran? Jadi aku nggak perlu nikahin kamu kalau sampe kamu nggak bisa nemuin pendaping karena kaki kamu terluka kan?" lanjutnya dengan wajah yang semakin tersenyum cerah, Arial terdiam dan berfikir sesaat tidak menduga kalau kalimat itu yang akan keluar dari gadis yang sempat menarik perhatiannya kemudian perlahan ia ikut tersenyum.
"Ehem, iyaaa... sebenernya gue masih agak susah gerak juga sih," ucap Arial sambil memegangi sebelah kakinya, membuat Olive langsung menatap kaget kearahnya dan senyuman kelegaan hilang dari wajah itu, tergantikan dengan kecemasan yang mampu membuat Arial menahan tawanya.
"Ha? Jadi beneran masih luka?" tanya Olive dan ikut memperhatikan kaki Arial.
"Gue nggak mau repotin elo," ucap Arial "Ini kan juga sala gue, nggak mungkin kalau elo harus nanggung semuanya," lanjutnya dengan expresi sedih yang jelas dibuat-buat, Olive yang tidak menyadari itu langsung merasa bersalah.
"Waduh, gimana dong kalau kamu jadi nggak bisa dapet pendamping," ucapnya dengan takut dan seperti mengatakan pada dirinya sendiri.
"Emm... Mungkin loe bisa bantu?" tanya Arial hati-hati, Olive menatap kearahnya seolah berfikir.
"Kamu minta aku jadi pendamping kamu?" tanya Olive kemudian.
"Loe nggak keberatan?" Arial malah balik bertanya.
"Keberatanlah," jawab Olive cepat dan membuat Arial sedikit berjengit, sadar kalau Olive jelas sedang menolaknya, dalam hati Arial bersyukur tidak benar-benar menembak gadis itu, namun tetap saja harga dirinya sedikit terluka "Ah maksudku... Mungkin kamu bisa mendapatkan seseorang yang beneran sayang sama kamu tanpa perduli luka fisik yang kamu terima, kamu kan juga berhak dapetin orang yang kamu mau, yaaa bukan berarti juga aku mau lepas dari tanggung jawab. Tapi..."
"Iya," potong Arial sebelum Olive menyelesaikan ucapannya, gadis itu kembali menatap penuh tanya kearah Arial "Gue udah bilangkan kalau ini nggak sepenuhnya salah elo," lanjutnya.
"Aku mau tanggung jawab kok," ucap Olvie tegas.
"Gue nggak apa-apa," balas Arial dan membuat Olive merasa bersalah.
"Aku beneran mau tanggung jawab," Olive berusaha untuk menyakinkan, Arial tampak berfikir sesaat. Namun sedikit luka dihatinya tampak terobati, gadis ini semakin menarik dimatanya, Arial jadi menimbangkan apakah ia akan benar-benar memutuskan untuk jatuh cinta pada Olive mulai hari ini.
"Yaudah, loe bisa mulai merawat gue dari sekarang kalau emang nggak keberatan," ucap Arial akhirnya membuat Olive terdiam sambil berfikir, Arial juga tampak sedikit was-was, takut kalau gadis ini curiga dengan usulnya dan menolak "Hanya sampai gue sembuh," lanjutnya dan membuat Olive menatap penuh pertimbangan kearahnya "Atau sampai elo merasa gue udah baik-baik aja," ucap Arial kembali, setidaknya ia tidak bisa membuat gadis itu lepas darinya, bisa gawat kalau Olive langsung menolak.
"Segitu aja cukup?" tanya Olive memastikan, Arial membalas dengan anggukan "Nggak perlu sampe aku harus nikahin kamu?" tanyanya kemudian, dan Arial kembali mengangguk, Olvive berfikir sesaat kemudian ia tersenyum "Oke. Deal kalau begitu," putusnya dan mulai melebarkan senyumannya, seakan menular Arial ikut tersenyum kearahnya.
"Konyol," bisik hati Arial sendiri, namun ia juga tidak akan melepas Olive begitu saja, gadis itu sendiri yang menjatuhkan diri padanya, ia hanya ingin memanfaatkan keadaan sampai gadis itu sendiri menyadari niatnya, meski tau tindakannya buruk, namun Arial ingin menikmati ini lebih lama.
"Mulai sekarang, kamu bisa minta apapun bantuanku, aku akan jadi kaki kiri kamu dan membantumu untuk beraktifitas," ucap Olive terdengar tegas.
"Oke, ngomong-ngomong gue haus dan butuh..."
"Siap," potong Olive "Kamu bisa menunggu disini dan akan aku bawakan minuman dari kantin," lanjut Olive dan membuat Arial tersenyum cerah kemudian gadis itu sudah berlari pergi, meninggalkan Arial yang masih berdiri didepan kelasnya.
Perlahan Arial memutar langkahnay untuk kembali kekelas, namun baru 3 langkah ia menghentikan langkahnya dan memulai melangkah kembali dengan sedikit berjinjit, seolah sebelah kakinya tidak bisa digunakan, ia berjalan dengan sedikit pincang.
"Yahh tidak terlalu buruk," bisik hatinya sambil tersenyum, kemudian melangkah perlahan kearah dimana teman-temannya sedang menatap penuh tanya kearahnya yang mulai berjalan dengan sebelah kaki dengan kesusahan, yahh ia tentu saja harus membuat teman-temannya ikut memainkan drama yang bagus kali ini.
David melempar hanphonenya kekasur dengan kasar kemudian merebahkan tubuhnya tidak kalah kasar, berusaha untuk menahan kekesalan yang ia rasakan. Sudah beberapa hari ini Olive tampak susah dihubungi, bahkan beberapa kali David melihat gadis itu pulang bersama Arial menggunakan angkot, membuatnya tidak bisa mengantar Olive ketempat kerja seperti biasanya, entah apa yang membuat gadis itu malah terlihat menghindarinya.
Bahkan yang membuatnya semakin kesal karena Olive hanya akan mengatakan harus mengantar temannya pulang karena suatu hal, memangnya apa? Kenapa gadis itu seolah menyembunyikan kedekatan mereka, memangnya ada yang seharusnya tidak ia ketahui. Bahkan ia yakin beberpa kali matanya berpapasan dengan Arial, namun sepertinya pria itu tidak ingin membuat gadis itu menyadari kehadirannya, David sendiri terlalu gengsi untuk kembali mendekati gadis itu yang sudah menyembunyikan kedekatan mereka.
Entah apa yang membuat David merasa kalau ia akan membiarkan Olive merasa aman lebih dulu, Aman dalam artinya David yang pura-pura tidak tau dengan siapa Olive pergi atau teman yang gadis itu maksudkan, David akan berusaha untuk mempercayai Olive sedikit lagi. Namun meskipun begitu, rasa kesal masih tidak bisa ia hilangkan begitu saja, perlahan pria itu kembali meraih hanphone yang tadi dilemparnya sembarangan.
Membuka galeri foto yang berada dihanphonenya dimana terdapat foto Olive dan Arial bersama, David sengaja memotret apa yang sempat dilihatnya berfikir mungkin itu bisa bermanfaat suatu saat nanti, namun rasa sakit justru malah semakin ia rasakan saat menatap senyum Olive yang bukan ditujukan untuknya, ia beralih membuka aplikasi Whatshapp hanphonenya, dan pesannya masih bercentang dua dengan warna gelap, tanda kalau gadis itu belum membaca pesannya.
David tentu saja sudah mendatangi gadis itu ditoko bukunya, namun Olive tidak memperlakukannya dengan ramah, gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membereskan buku-bukunya dirak, David berusaha untuk memahami itu karena beberapa hari ini gadis itu bekerja sendiri, bahkan David tidak diberi kesempatan untuk menanyakan kenapa gadis itu sekarang bekerja sendiri.
"Sialan," maki David kesal dan kembali melepar hanphonenya kesembarangan tempat "Jantung sialan," makinya lagi dan mendudukan tubuhnya dengan frustasi, kesal David mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Kenapa rasanya harus sesakit ini," keluhnya sambil melangkah kearah dimana handuknya berada, lalu melangkah cepat kekamar mandi dan tak lupa menutup pintu kamar mandinya dengan sekali tarik menggunakan tenaga yang lebih besar, membuat debaman pintu kamar mandinya terdengar lebih keras. David memilih untuk mandi, berharap agar dinginnya air yang akan membasahi kepalanya bisa membuat rasa sakit itu sendikit berkurang, berusaha agar dirinya bisa tenang kembali. Galau sama sekali tidak cocok dengan imagenya selama ini, dan ia jelas bukan seseorang yang akan membiarkan dirinya merasakan itu.
Bersambung ke Mr Hero vs Mrs Zero part ~ 26
Detail cerbung Mr Hero vs Mrs Zero
Buat yang lupa sama part sebelumnya, bisa dilirik di sini Cerbung Romantis Mr Hero vs Mrs Zero part ~ 24 ya. Happy reading...
Cerbung Romantis Mr Hero vs Mrs Zero Part ~ 25 |
Mr Hero vs Mrs Zero
Olive melangkahkan perlahan menelusuri koridor sekolahnya, ia sengaja kabur dari kemungkinan introgasi oleh Devi. Gadis itu pasti sudah gatel ingin menanyakan perihal dirinya yang sebelumnya cerah sekarang tampak mendadak diam, Olive tentu saja menyadari itu. Namun mendapatkan teror dari sahabatnya akan menjadi pilihan terkahir darinya untuk hari ini, setidaknya sekarang ia harus memastikan dulu kalau Arial akan melepaskannya dan tidak akan menyeretnya kepengadilan atau apapun itu. Apalagi kalau sampai masa depannya harus bersama pria itu, Olive jelas tidak ingin hal itu terjadi.
Baru melewati sebuah ruangan yang tampak ramai Olive menghentikan langkahnya, kemudian mundur secara perlahan, mengintip dari balik tembok pintu kelas dan menelusuri seisi kelas dengan mata sipitnya, gadis itu memastikan kembali pendengarannya yang sebelumnya jelas mendengar kebisingan dari kelas yang sama, otak pas-pasannya dipaksa memproses lebih cepat untuk memata-matai grup yang sudah terbentuk dipojok kelas, dimana orang yang menjadi objek perburuannya duduk disalah satu kursi disana bersama teman-temannya.
"Loe yakin jatuh cinta beneran sama si Niken?" tanya ilham tampak sedang menegaskan kembali kalimatnya, pria itu menoleh kearah Devo yang sedang merebahkan kepalanya diatas meja.
"Loe nanya sekali lagi gue lempar keluar jendela ya," ancam Devo sambil melirik tajam kearah Ilham tanpa menangkat kepalanya.
"Sorry, selow aja kali. Gue cuma mau mastiin," balas Ilham sambil nyengir kuda.
"Itu udah pertanyaan ke 5," ucap Randi sambil mengingatkan, dan cengiran Ilham bertambah lebar, "Ya tinggal kejar aja lagi Dev, loe kayak punya kekurangan aja lemes gini," lanjutnya kearah Devo, membuat pria itu menangkat kepalanya dan menatap kearah teman-temannya yang lain.
"Gue udah berasa ngemis tau ngedeketin tu cewek. Punya hati tembok apa gimana coba, masa iya dia sama sekali nggak respect sama gue. Selalu saja alasan yang sama, dan memperlakukan gue layaknya anak kecil," keluh Devo tampak sedikit frustasi.
"Ya kan elo emang masih kecil kalau dalam pandangan dia, Jarak umur diantara kalian itu cukup memprihatinkan loh," kali ini Ilham kembali memberanikan diri untuk berusara.
"Umur nggak jadi masalah, gue masih bisa ngikutin kemauan dia kalau memang dia mau. Kurang apa coba gue jadi cowok, tajir? Iya, ganteng? Udah jelas, Romantis? Nggak usah ditanya, Baik? Banget, playboy? Kagak! Dia nggak ada ruginya kalau nerima gue buat jadi pasangannya," jelas Devo semakin terdengar frustasi.
"Ya kan udah dibilang, loe kurang tua," ucap Arial lagi-lagi mengingatkan Devo tentang kekurangannya.
"Memangnya gue bisa apa kalau begitu, harus banget gue brontak sama ibu kenapa ngelahirin gue terlambat? Atau gue harus protes sama orang tua Niken karena kecepetan saat proses pembentukan dia?" keluh Devo mulai ngelantur yang langsung mendapat gelengan dari teman-temannya.
"Dasar Sedeng, kalimat loe sama sekali nggak baik untuk anak dibawah umur," ucap Ilham walau tak urung ia juga tertawa.
"Nah kan bener, gue nggak bisa apa-apa kalau alasannya umur, kalau harus menjadi orang yang dia mau mah gampang, gue bisa berubah diri gue sendiri," balas Devo semakin terlihat kesal.
"Udah, selow aja... Entar juga tuh cewek bisa liat ketulusan elo kalau loe ngedeketinnya serius. Jangan menyerah bro, kita dukung loe kok," ucap Arial menyemangati.
"Halah, mentang-mengtang loe dapet lampu ijo sok-sokan nasehatin soal ketulusan sama gue," kali ini Devo membalas dengan kalimat yang membuat teman-temannya mengangkat sebelah alisnya bingung "Noh, anaknya dari tadi ngintip diluar," lanjutnya sambil merebahkan kembali kepalanya diatas meja, membuat teman-temannya yang lain memutar kepalanya kearah pintu dan mendapati Olive yang sedang mengintip dari balik tembok.
Tak menduga secepat itu ketahuan Olive dengan cepat menarik tubuhnya dan mulai gugup karena ketahuan sedang memata-matai, tanpa sepengetahuannya Arial malah tersenyum dan melangkah mendekatinya, Olive merasakan firasat buruk menghantuinnya dan dengan secepat yang ia bisa memutar arah kakinya untuk segera kabur, untuk saat ini sepertinya kabur akan lebih baik ia lakukan dari pada tertangkap basah sedang mengintip.
"Mau kemana?" suara Arial beserta sentuhan dilengannya membuat Olive sedikit terlonjak kaget, melirik kearah lengannya yang sedang ditahan Arial saat ia ingin melangkah pergi, tak menduga kalau Arial akan secepat ini mengejarnya, padahal jelas kalau pria itu sedang terluka. Perlahan Olive menoleh kearah Arial dengan gugup.
"Eh, Arial... Kaki kamu nggak apa-apa?" tanya Olive sambil melirik kaki Arial.
"Emm, baik." ucap pria itu sambil ikut melirik kearah kakinya, bingung dengan pertanyaan yang gadis itu lontarkan.
"Kamu benar-benar sudah baikan?" tanya gadis itu sekali lagi dan kali ini menatap kearah Arial, meskipun bingung Arial tetap mengangguk dan senyuman langsung bertengger dibibir manis gadis itu "Beneran? Jadi aku nggak perlu nikahin kamu kalau sampe kamu nggak bisa nemuin pendaping karena kaki kamu terluka kan?" lanjutnya dengan wajah yang semakin tersenyum cerah, Arial terdiam dan berfikir sesaat tidak menduga kalau kalimat itu yang akan keluar dari gadis yang sempat menarik perhatiannya kemudian perlahan ia ikut tersenyum.
"Ehem, iyaaa... sebenernya gue masih agak susah gerak juga sih," ucap Arial sambil memegangi sebelah kakinya, membuat Olive langsung menatap kaget kearahnya dan senyuman kelegaan hilang dari wajah itu, tergantikan dengan kecemasan yang mampu membuat Arial menahan tawanya.
"Ha? Jadi beneran masih luka?" tanya Olive dan ikut memperhatikan kaki Arial.
"Gue nggak mau repotin elo," ucap Arial "Ini kan juga sala gue, nggak mungkin kalau elo harus nanggung semuanya," lanjutnya dengan expresi sedih yang jelas dibuat-buat, Olive yang tidak menyadari itu langsung merasa bersalah.
"Waduh, gimana dong kalau kamu jadi nggak bisa dapet pendamping," ucapnya dengan takut dan seperti mengatakan pada dirinya sendiri.
"Emm... Mungkin loe bisa bantu?" tanya Arial hati-hati, Olive menatap kearahnya seolah berfikir.
"Kamu minta aku jadi pendamping kamu?" tanya Olive kemudian.
"Loe nggak keberatan?" Arial malah balik bertanya.
"Keberatanlah," jawab Olive cepat dan membuat Arial sedikit berjengit, sadar kalau Olive jelas sedang menolaknya, dalam hati Arial bersyukur tidak benar-benar menembak gadis itu, namun tetap saja harga dirinya sedikit terluka "Ah maksudku... Mungkin kamu bisa mendapatkan seseorang yang beneran sayang sama kamu tanpa perduli luka fisik yang kamu terima, kamu kan juga berhak dapetin orang yang kamu mau, yaaa bukan berarti juga aku mau lepas dari tanggung jawab. Tapi..."
"Iya," potong Arial sebelum Olive menyelesaikan ucapannya, gadis itu kembali menatap penuh tanya kearah Arial "Gue udah bilangkan kalau ini nggak sepenuhnya salah elo," lanjutnya.
"Aku mau tanggung jawab kok," ucap Olvie tegas.
"Gue nggak apa-apa," balas Arial dan membuat Olive merasa bersalah.
"Aku beneran mau tanggung jawab," Olive berusaha untuk menyakinkan, Arial tampak berfikir sesaat. Namun sedikit luka dihatinya tampak terobati, gadis ini semakin menarik dimatanya, Arial jadi menimbangkan apakah ia akan benar-benar memutuskan untuk jatuh cinta pada Olive mulai hari ini.
"Yaudah, loe bisa mulai merawat gue dari sekarang kalau emang nggak keberatan," ucap Arial akhirnya membuat Olive terdiam sambil berfikir, Arial juga tampak sedikit was-was, takut kalau gadis ini curiga dengan usulnya dan menolak "Hanya sampai gue sembuh," lanjutnya dan membuat Olive menatap penuh pertimbangan kearahnya "Atau sampai elo merasa gue udah baik-baik aja," ucap Arial kembali, setidaknya ia tidak bisa membuat gadis itu lepas darinya, bisa gawat kalau Olive langsung menolak.
"Segitu aja cukup?" tanya Olive memastikan, Arial membalas dengan anggukan "Nggak perlu sampe aku harus nikahin kamu?" tanyanya kemudian, dan Arial kembali mengangguk, Olvive berfikir sesaat kemudian ia tersenyum "Oke. Deal kalau begitu," putusnya dan mulai melebarkan senyumannya, seakan menular Arial ikut tersenyum kearahnya.
"Konyol," bisik hati Arial sendiri, namun ia juga tidak akan melepas Olive begitu saja, gadis itu sendiri yang menjatuhkan diri padanya, ia hanya ingin memanfaatkan keadaan sampai gadis itu sendiri menyadari niatnya, meski tau tindakannya buruk, namun Arial ingin menikmati ini lebih lama.
"Mulai sekarang, kamu bisa minta apapun bantuanku, aku akan jadi kaki kiri kamu dan membantumu untuk beraktifitas," ucap Olive terdengar tegas.
"Oke, ngomong-ngomong gue haus dan butuh..."
"Siap," potong Olive "Kamu bisa menunggu disini dan akan aku bawakan minuman dari kantin," lanjut Olive dan membuat Arial tersenyum cerah kemudian gadis itu sudah berlari pergi, meninggalkan Arial yang masih berdiri didepan kelasnya.
Perlahan Arial memutar langkahnay untuk kembali kekelas, namun baru 3 langkah ia menghentikan langkahnya dan memulai melangkah kembali dengan sedikit berjinjit, seolah sebelah kakinya tidak bisa digunakan, ia berjalan dengan sedikit pincang.
"Yahh tidak terlalu buruk," bisik hatinya sambil tersenyum, kemudian melangkah perlahan kearah dimana teman-temannya sedang menatap penuh tanya kearahnya yang mulai berjalan dengan sebelah kaki dengan kesusahan, yahh ia tentu saja harus membuat teman-temannya ikut memainkan drama yang bagus kali ini.
Mr Hero vs Mrs Zero
David melempar hanphonenya kekasur dengan kasar kemudian merebahkan tubuhnya tidak kalah kasar, berusaha untuk menahan kekesalan yang ia rasakan. Sudah beberapa hari ini Olive tampak susah dihubungi, bahkan beberapa kali David melihat gadis itu pulang bersama Arial menggunakan angkot, membuatnya tidak bisa mengantar Olive ketempat kerja seperti biasanya, entah apa yang membuat gadis itu malah terlihat menghindarinya.
Bahkan yang membuatnya semakin kesal karena Olive hanya akan mengatakan harus mengantar temannya pulang karena suatu hal, memangnya apa? Kenapa gadis itu seolah menyembunyikan kedekatan mereka, memangnya ada yang seharusnya tidak ia ketahui. Bahkan ia yakin beberpa kali matanya berpapasan dengan Arial, namun sepertinya pria itu tidak ingin membuat gadis itu menyadari kehadirannya, David sendiri terlalu gengsi untuk kembali mendekati gadis itu yang sudah menyembunyikan kedekatan mereka.
Entah apa yang membuat David merasa kalau ia akan membiarkan Olive merasa aman lebih dulu, Aman dalam artinya David yang pura-pura tidak tau dengan siapa Olive pergi atau teman yang gadis itu maksudkan, David akan berusaha untuk mempercayai Olive sedikit lagi. Namun meskipun begitu, rasa kesal masih tidak bisa ia hilangkan begitu saja, perlahan pria itu kembali meraih hanphone yang tadi dilemparnya sembarangan.
Membuka galeri foto yang berada dihanphonenya dimana terdapat foto Olive dan Arial bersama, David sengaja memotret apa yang sempat dilihatnya berfikir mungkin itu bisa bermanfaat suatu saat nanti, namun rasa sakit justru malah semakin ia rasakan saat menatap senyum Olive yang bukan ditujukan untuknya, ia beralih membuka aplikasi Whatshapp hanphonenya, dan pesannya masih bercentang dua dengan warna gelap, tanda kalau gadis itu belum membaca pesannya.
David tentu saja sudah mendatangi gadis itu ditoko bukunya, namun Olive tidak memperlakukannya dengan ramah, gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membereskan buku-bukunya dirak, David berusaha untuk memahami itu karena beberapa hari ini gadis itu bekerja sendiri, bahkan David tidak diberi kesempatan untuk menanyakan kenapa gadis itu sekarang bekerja sendiri.
"Sialan," maki David kesal dan kembali melepar hanphonenya kesembarangan tempat "Jantung sialan," makinya lagi dan mendudukan tubuhnya dengan frustasi, kesal David mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Kenapa rasanya harus sesakit ini," keluhnya sambil melangkah kearah dimana handuknya berada, lalu melangkah cepat kekamar mandi dan tak lupa menutup pintu kamar mandinya dengan sekali tarik menggunakan tenaga yang lebih besar, membuat debaman pintu kamar mandinya terdengar lebih keras. David memilih untuk mandi, berharap agar dinginnya air yang akan membasahi kepalanya bisa membuat rasa sakit itu sendikit berkurang, berusaha agar dirinya bisa tenang kembali. Galau sama sekali tidak cocok dengan imagenya selama ini, dan ia jelas bukan seseorang yang akan membiarkan dirinya merasakan itu.
Bersambung ke Mr Hero vs Mrs Zero part ~ 26
Detail cerbung Mr Hero vs Mrs Zero
- Judul cerpen : Mr Hero vs Mrs Zero ~ 25
- Penulis : Mia mulyani
- Panjang : 1.748 Word
- Serial : Part 25
- Genre : Cinta, Romantis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar