Buat alur cerbung Stay with me, Please! ini memang rada berat sih. Mungkin admin bakal lebih fokus kemasalah keluarga diantara para tokohnya ketimbang cinta-cintaanya. Tapi tetep genrenya bakal dibikin Romantis kok, yahh jiwa muda memang begitu bukan? Lagian dari awal memang admin bikin cerbungnya nuansa romantis, nah kalau kali ini rada beda mungkin boleh dong tanggapannya dicoret-coret dikolom komentar.
Dan karena ini cerbung juga nulisnya barengan sama Cerbung romantis Mr Hero vs Mrs Zero jadi salah satu bakalan ngalah nanti ya. Yok langsung dilirik aja sama kisahnya, jangan lupa lirik part sebelumnya di cerbung Stay with me, Please ~ 01 ya.
Kris melangkah mengikuti Devo dan teman-temannya, ia masih mengimbangi langkah yang mulai berjalan cepat, sedetik kemudian ia mengalihkan tatapannya kearah gadis yang tadi ditinggalkan setelah memberikan uang ganti atas ulah Devo yang sembarangan, ia menghembuskan nafas perlahan berharap agar gadis itu pulang dengan selamat kali ini.
"Buat apaan sih Dev, loe kayak kekurangan duit aja. Dan sejak kapan loe ngerokok," bisikan Arial membuat Kris tersenyum sekilas, ia tau hal itu namun tak urung ia tetap diam. Kris menyadari sikap Devo yang tampak berubah kemudian melirik tajam kearah temannya, meskipun malam sudah lumayan gelap namun ia menyadari perubahan sikap itu, ia yakin adiknya memang tidak senakal yang pria itu tunjukkan padanya.
"Berisik, gue udah bilang buat beli rokok," ucap Devo terdengar lebih keras. Kemudain ia membuka amplop ditangannya dan menghitung isinya, raut wajahnya sedikit berubah dan perlahan ia menoleh kebelakang seolah mencari sesuatu, kemudian matanya jatuh pada Kris yang masih menatap kearahnya, membuat rahangnya mengeras seolah menahan rasa sakit yang tidak bisa ia ungkapkan.
Kris masih mengamati pergerakan demi pergerakan yang Devo lakukan, ia melihat pria itu mengeluarkan selembar seratus ribuan dan menyerahkannya kearah Randi "Buruan, beliin gue rokok kayak biasanya," lanjutnya yang membuat Randi mengangkat alisnya tanda bingung, namun kemudian pria itu menatap kearah Kris sekilas dan entah apa yang difikirkannya, Randi menerima uluran uang yang disodorkan Devo lalu beranjak pergi.
Keempat pria itu menunggu diluar saat Randi memasuki Alfamart guna membeli apa yang Devo inginkan, tak lama kemudian pria itu muncul dengan sekantong plastik ditangannya, ia mengulurkan sebungkus rokok pada Devo beserta pematiknya kemudian menyodorkan kantong plastik kearah teman-temannya yang lain.
"Minum dulu kak," tawar Randi kearah Kris, pria itu menatapnya sekilas kemudian merogoh isi dalam kantong, mengeluarkan sekaleng cola didalamnya, ia mengangguk tanda mengucapkan terimakasih. Menggengam cola yang masih tertutup itu dan merasakan dinginnya kaleng cola saat menyentuh kulitnya, kemudian Kris kembali memberikan perhatiannya pada Devo yang sedang menyalakan rokok ditangannya.
"Uhuk, uhuk..." Devo terbatuk saat hirupan rokok yang pertama, kemudian pria itu tampak melirik teman-temannya yang lain yang mulai menatap cemas kearahnya, lalu tanpa sengaja menatap kearahnya jelas terlihat salah tingkah, Kris masih menatapnya tanpa expresi "Tenggorokan gue kering, bagi minumannya," ucapnya kemudian dan mengalihkan perhatiannya pada kantong plastik yang masih berada ditangan Randi, sebelum pria itu mendapatkan minumannya, dengan sigap Kris menyodorkan minuman kaleng yang tadi belum diminumnya kearah Devo, setelah ia membukanya lebih dulu dan dengan cepat tatapan tajam itu langsung menghujam kearah matanya.
"Nggak usah sok baik," ucap Devo dingin, kemudian ia mengalihkan tatapnnya dan memfokuskan pada kantong plastik yang telah dirogohnya, Devo menemukan sisa minuman yang lain, lalu meneguknya setelah membuka tutupnya terlebih dahulu. Kris sendiri tidak yakin apa yang sedang pria itu fikirkan, namun jelas kalau kehadirannya benar-benar tidak diingkan, meskipun begitu ia tidak bisa mengalihkan perhatiannya pada pria ini.
"Ehem, udah malam juga ini Dev, kita balik aja yuk..." Ajak Arial sambil merangkul bahu sahabatnya, seolah untuk mencairkan suasana. Devo berjengit sedikit, kemudian menatap penuh penolakan kearah Arial.
"Dan besok juga kita harus sekolah," kali ini Ilham ikuatan bersuara dan mendapatkan lirikan yang sama dari Devo, namun pria itu tidak bersuara malah menatap kearah sahabatnya satu demi satu sambil berfikir, kemudian saat tatapannya lagi-lagi berhenti didepan mata Kris, pria itu seolah menahan nafasnya lalu membuang tatapannya kearah lain dan menghabiskan minuman ditangannya dalam sekali tegukan.
"Yuk, cabut," ajak Devo dan melangkah kearah tong sampah, saat ingin melemparkan botol minum ditangannya ia sedikit ragu dan kembali melirik kearah Kris yang masih terdiam sambil memperhatikan, kemudian pria itu kembali melangkah menjauh dan melempar botol yang ditangannya kesembarangan tempat, jelas kalau ia benar-benar sengaja untuk menunjukkan sisi buruknya pada pria itu, Kris tetap tidak berkomentar dan mengikuti langkah Devo beserta teman-temannya yang lain.
Ehem, Kenalkan, namaku Kris. Tampa embel-embel nama seorang ayah dibelakangnya, sebenarnya bukan karena tidak ada. Namun aku sendiri yang tidak ingin menahambahkan nama itu dibelakang namaku, seperti yang kalian lihat aku termasuk pria yang tidak gampang bicara. Aku tidak tau cara untuk berinteraksi dengan baik bersama orang lain. Entah karena faktor keturunan atau aku yang memang terlalu minder dengan diriku sendiri.
Aku terlahir dalam keluarga yang cukup berkecukupan, setidaknya aku hanya perlu mengatakan apa yang aku inginkan dan Taraaa aku langsung mendapatkannya, dan untuk itulah hidupku sama sekali bukan hal yang menarik. Entah harus disyukuri atau disesali saat akhirnya aku masuk dalam lingkungan keluarga ini, namun yang jelas aku tidak pernah kekurangan kasih sayang sedikit pun, baik itu dari ayah maupun dari ibu, bahkan dari kakek dan nenekku sekalipun, aku selalu mendapat senyuman kebanggaan dari mereka.
Namun entah kenapa, setiap kali senyuman yang aku dapatkan, maka hatiku terasa sakit, bahkan nafasku tersekat ditenggorokan seperti ada benjolan yang menghalang udara untuk keluar masuk dari rongga tubuhku, satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah diam dan memperhatikan. Aku suka membaca, mungkin karena itulah aku mengetahui banyak hal yang mungkin sebagian orang tidak mengetahuinya, singkat kata aku termasuk pria jenius. Setiap kali ada pertemuan keluarga, namaku tidak pernah lepas dari pembicaraan, selalu saja semua membangga-banggakan keberhasilanku.
Tetapi hal itu sama sekali tidak membuatku merasa bahagia, karena sekali punjian yang aku dapatkan maka sepuluh cacian yang akan diberkan pada adikku, Devo. Entah sejak kapan hal itu dimulai, namun saat ini aku baru menyadari betapa jauhnya jarak diantara aku dan dia. Mungkin sejak aku mendapat beasiswa pertamaku di SMA, atau saat pertama kali aku mendapatkan medali emas atas keberhasilan dalam lomba renang, atau mungkin saat aku pertama kali mendapatkan buket bunga dari gadis yang baru aku ketahui adalah seorang gadis yang ditaksir Devo sebelumnya.
Karena keterbatasanku dalam bersosialisasi inilah, yang akhirnya sedikit demi sedikit menjauhkan jarak diantara kita. Namun percayalah, aku menyayangi adikku lebih dari pada diriku sendiri, aku akan melakukan apapun demi kebahagiaannya. Mungkin karena hal itulah, aku terus berusaha untuk menjadi yang terbaik, agar ayahku bisa mempercayakan Devo padaku, agar aku diberi kesempatan untuk menjaganya sepanjang hidupku.
Ah iya, just for your information Devo bukanlah adik kandungku, kami berasal dari ibu yang berbeda, mungkin karena itulah gen yang mengalir dalam tubuhku juga berbeda. Ibuku yang berasal dari negara luar menurunkan aku dengan mata biru yang mencolok untuk dilihat, mata yang sampai saat ini jelas membuat Devo merasa jijik untuk melihatnya, yang memperjelas statusku yang berdarah campuran. Sebagai seorang kakak yang hanya bisa berdiri disampingnya dan melakukan apapun yang diinginkan pria itu, aku siap meskipun akhirnya akan dibenci Devo seumur hidup.
Tapi kemudian, segalanya tampak bebeda saat akhirnya aku bertemu dengan gadis itu...
"Ehem," deheman itu membuat Kris dan Devo yang baru saja memasuki rumah menoleh kearah ruang tamu, dimana sang ayah tampak sedang membaca sebuah buku ditangannya, pria itu kemudian mengalihkan tatapannya dan menatap kearah kedua anaknya setelah melepas kacamata bacanya terlebih dahulu "Baru pulang kalian,?" tanya sang ayah dengan nada berat, Kris melangkah menuju ruang tamu dimana ayahnya berada.
"Iya, Ayah. Kami habis bersenang-senang," jawab Kris dengan sopan.
"Baiklah, luangkan waktumu untuk bersenang-senang nak..." ucap sang ayah sambil tersenyum kearah Kris kemudian matanya beralih pada Devo yang tampak masih berdiri ditempatnya "Dan kamu," ucapnya tajam "Bagaimana bisa kamu jalan tidak ingat waktu, besokkan masih ada sekolah," lanjut pria itu dengan nada yang jauh dari kata ramah. Devo tampak tersenyum sinis dari tempatnya berdiri kemudian tampa mengatakan sepatah katapun ia melangkah pergi "Hei, ayah belum selesai bicara," lanjutnya dengan nada yang lebih keras membuat Devo menghentikan langkahnya.
"Ee Ayah, sebenarnya Kris yang lupa waktu," ucap Kris menenangkan ayahnya "Kris lupa kalau malam sudah semakin larut karena keasyikan, Maaf ayah..." lanjutnya sambil menunduk, Devo yang masih berdiri ditempatnya menoleh siap untuk membantah.
"Oh begitu... Karena itu kamu yang mengatakannya, jadi ayah maafkan..." ucap pria paruh baya itu sambil menatap kearah Kris dengan senyumannya, Devo menatap penuh sesak interaksi keduanya, bahkan saat Kris tersenyum mengucapkan terimakasih dan sang ayah yang mengelus kepala anaknya dengan sayang.
Devo lagi-lagi hanya mampu tersenyum sinis dan akhirnya memilih untuk melangkah pergi memasuki kamarnya. Ia semakin lelah dengan hanya untuk bertahan dalam satu raungan yang sama dengan orang-orang yang mungkin tidak pernah menganggapnya ada.
Perlahan Kris melirik kearah adiknya yang sudah melangkah menjauh, ia menghembuskan nafas lega. Setidaknya kali ini tidak ada lagi pukulan yang akan anak itu dapatkan dari ayahnya, mungkin hanya inilah yang bisa ia lakukan untuk adiknya, mengikuti kemanapun adiknya pergi dan membereskan masalah yang ditimbulkannya diam-diam, menutupi agar ayahnya tidak mendengar hal buruk apapun yang Devo lakukan, agar ayahnya bisa mempercayainya dan sepenuhnya melepaskan tanggung jawab untuk menjaga Devo kepadanya, Dengan sabar Kris akan menunggu sampai waktu itu tiba.
"Guys, gue denger primadona kampus udah masuk dari cuti panjangnya," Kris mengalihkan tatapan dari buku yang ditangannya kearah segerombolan anak cowok yang duduk tidak jauh diantaranya, bukan karean pembicaraan tentang gadis cantik yang diucapkannya, namun karena suara itu menganggu konsentrasinya dalam membaca yang membuat Kris mau tidak mau harus menoleh.
"Dan tadi pagi, si Aldo ditolak waktu nekat nyatain cinta didepan kampus," lanjut temannya yang lain mulai sedikit heboh.
"Gue penasaran, " ucap seorang pria lainnya dengan pandangan menerawang, Kris menatap mata berkilat didepannya dan keningnya sedikit berkerut, ada yang berbeda dari tatapan pria itu dimatanya.
"Dia cantik banget tau, Bodynya Oke, otaknya encer dan senyumnya... Uhhhhh, sekali aja tu lesung pipit keliatan dua hari dua malem deh loe nggak bisa tidur dibikinnya," balas temannya yang lain dengan gaya menjijikan yang sama sekali tidak enak dilihat.
"Gue curiga kalau dia pake susuk deh," Tuduh salah satu teman lainnya.
"Kalau bener, pasti digunakin buat ngegaet cowok, gadis kayak gitu perlu dikerjain nggak sih? " tanya pria bermata kilat sebelumnya.
"Eh jangan, dia kakak senior lohh..." tahan temannya yang lain.
"Ehh, itu anaknya..." ucapan itu membuat Kris ikut menoleh kearah tunjukan dari pria yang tak jauh darinya, dan tatapannya terhenti pada sosok yang baru saja mereka bicarakan. Kris terdiam sesaat sambil terus menatap kearah gadis yang melangkah perlahan dengan buku ditangannya, dan sekali-kali tersenyum pada orang-orang yang dilewatinya.
Ciri gadis periang yang jelas membuat orang tertarik, namun kemudian pria itu mengingat sesuatu saat melihat tas sandang yang dikenakannya. Tas yang sama yang dikenakan gadis yang dirampok Devo pada malam sebelumnya. Kris melirik kearah segerombolan pria yang tadi membicarakan gadis itu dan tampak sedang tertawa senang.
Kris menggeleng pelan dan mengusir fikiran buruk yang baru saja ia fikirkan dalam ingatannya, untuk apapun yang akan terjadi pada gadis itu sama sekali tidak ada urusan dengannya, gadis itu jelas bisa menjaga dirinya sendiri. Kalau ia sudah menolak pria yang tadi menembaknya, jelas kalau gadis itu juga pasti akan memilih pasangan yang benar untuk dirinya, Kris tidak perlu memikirkan hal buruk yang mungkin saja terjadi pada gadis itu, namun entah kenapa ada yang mengganjal dalam hatinya, Kris kembali menatap kearah segerombolan pria tak jauh darinya yang tampak saling melempar kode, kemudian ia kembali menatap kearah gadis yang mulai melangkah menjauh, pria-pria itu tampak tertawa senang dan mulai melangkah menjauh, mengikuti kemana gadis itu akan pergi.
Kris benar-benar tidak suka dengan keadaan ini, ia menghembuskan nafas berat dan membuka bukunya kembali. Namun lagi-lagi matanya tidak bisa dikompromi dan mulai kembali memperhatikan gadis yang sedang diikuti oleh segerombolan cowok yang sudah mulai melangkah jauh, pria itu menatap kesal dan penuh pertimbangan. Detak jantungnya bertalu-talu ikut memberontak saat tubuhnya masih tetap berada ditempatnya, dan suasana hatinya langsung berubah buruk.
"Sialan," umpat Kris kesal dan kali ini tubuhnya ikut memberontak, terbukti dengan tangannya yang dengan cepat memasukakan bukunya kedalam tas dan tubuhnya yang langsung melangkah pergi meninggalkan kursi yang masih didudukinya tadi, tujuannya jelas mengarah pada jalan yang sama yang dilalui pria-pria sebelumnya.
Bersambung ke Stay With Me, Please! ~ 03
Detail cerbung Stay With Me, Please!
Dan karena ini cerbung juga nulisnya barengan sama Cerbung romantis Mr Hero vs Mrs Zero jadi salah satu bakalan ngalah nanti ya. Yok langsung dilirik aja sama kisahnya, jangan lupa lirik part sebelumnya di cerbung Stay with me, Please ~ 01 ya.
Cerbung Stay with Me, Please! ~ 02 |
Stay with Me, Please!
Kris melangkah mengikuti Devo dan teman-temannya, ia masih mengimbangi langkah yang mulai berjalan cepat, sedetik kemudian ia mengalihkan tatapannya kearah gadis yang tadi ditinggalkan setelah memberikan uang ganti atas ulah Devo yang sembarangan, ia menghembuskan nafas perlahan berharap agar gadis itu pulang dengan selamat kali ini.
"Buat apaan sih Dev, loe kayak kekurangan duit aja. Dan sejak kapan loe ngerokok," bisikan Arial membuat Kris tersenyum sekilas, ia tau hal itu namun tak urung ia tetap diam. Kris menyadari sikap Devo yang tampak berubah kemudian melirik tajam kearah temannya, meskipun malam sudah lumayan gelap namun ia menyadari perubahan sikap itu, ia yakin adiknya memang tidak senakal yang pria itu tunjukkan padanya.
"Berisik, gue udah bilang buat beli rokok," ucap Devo terdengar lebih keras. Kemudain ia membuka amplop ditangannya dan menghitung isinya, raut wajahnya sedikit berubah dan perlahan ia menoleh kebelakang seolah mencari sesuatu, kemudian matanya jatuh pada Kris yang masih menatap kearahnya, membuat rahangnya mengeras seolah menahan rasa sakit yang tidak bisa ia ungkapkan.
Kris masih mengamati pergerakan demi pergerakan yang Devo lakukan, ia melihat pria itu mengeluarkan selembar seratus ribuan dan menyerahkannya kearah Randi "Buruan, beliin gue rokok kayak biasanya," lanjutnya yang membuat Randi mengangkat alisnya tanda bingung, namun kemudian pria itu menatap kearah Kris sekilas dan entah apa yang difikirkannya, Randi menerima uluran uang yang disodorkan Devo lalu beranjak pergi.
Keempat pria itu menunggu diluar saat Randi memasuki Alfamart guna membeli apa yang Devo inginkan, tak lama kemudian pria itu muncul dengan sekantong plastik ditangannya, ia mengulurkan sebungkus rokok pada Devo beserta pematiknya kemudian menyodorkan kantong plastik kearah teman-temannya yang lain.
"Minum dulu kak," tawar Randi kearah Kris, pria itu menatapnya sekilas kemudian merogoh isi dalam kantong, mengeluarkan sekaleng cola didalamnya, ia mengangguk tanda mengucapkan terimakasih. Menggengam cola yang masih tertutup itu dan merasakan dinginnya kaleng cola saat menyentuh kulitnya, kemudian Kris kembali memberikan perhatiannya pada Devo yang sedang menyalakan rokok ditangannya.
"Uhuk, uhuk..." Devo terbatuk saat hirupan rokok yang pertama, kemudian pria itu tampak melirik teman-temannya yang lain yang mulai menatap cemas kearahnya, lalu tanpa sengaja menatap kearahnya jelas terlihat salah tingkah, Kris masih menatapnya tanpa expresi "Tenggorokan gue kering, bagi minumannya," ucapnya kemudian dan mengalihkan perhatiannya pada kantong plastik yang masih berada ditangan Randi, sebelum pria itu mendapatkan minumannya, dengan sigap Kris menyodorkan minuman kaleng yang tadi belum diminumnya kearah Devo, setelah ia membukanya lebih dulu dan dengan cepat tatapan tajam itu langsung menghujam kearah matanya.
"Nggak usah sok baik," ucap Devo dingin, kemudian ia mengalihkan tatapnnya dan memfokuskan pada kantong plastik yang telah dirogohnya, Devo menemukan sisa minuman yang lain, lalu meneguknya setelah membuka tutupnya terlebih dahulu. Kris sendiri tidak yakin apa yang sedang pria itu fikirkan, namun jelas kalau kehadirannya benar-benar tidak diingkan, meskipun begitu ia tidak bisa mengalihkan perhatiannya pada pria ini.
"Ehem, udah malam juga ini Dev, kita balik aja yuk..." Ajak Arial sambil merangkul bahu sahabatnya, seolah untuk mencairkan suasana. Devo berjengit sedikit, kemudian menatap penuh penolakan kearah Arial.
"Dan besok juga kita harus sekolah," kali ini Ilham ikuatan bersuara dan mendapatkan lirikan yang sama dari Devo, namun pria itu tidak bersuara malah menatap kearah sahabatnya satu demi satu sambil berfikir, kemudian saat tatapannya lagi-lagi berhenti didepan mata Kris, pria itu seolah menahan nafasnya lalu membuang tatapannya kearah lain dan menghabiskan minuman ditangannya dalam sekali tegukan.
"Yuk, cabut," ajak Devo dan melangkah kearah tong sampah, saat ingin melemparkan botol minum ditangannya ia sedikit ragu dan kembali melirik kearah Kris yang masih terdiam sambil memperhatikan, kemudian pria itu kembali melangkah menjauh dan melempar botol yang ditangannya kesembarangan tempat, jelas kalau ia benar-benar sengaja untuk menunjukkan sisi buruknya pada pria itu, Kris tetap tidak berkomentar dan mengikuti langkah Devo beserta teman-temannya yang lain.
Ehem, Kenalkan, namaku Kris. Tampa embel-embel nama seorang ayah dibelakangnya, sebenarnya bukan karena tidak ada. Namun aku sendiri yang tidak ingin menahambahkan nama itu dibelakang namaku, seperti yang kalian lihat aku termasuk pria yang tidak gampang bicara. Aku tidak tau cara untuk berinteraksi dengan baik bersama orang lain. Entah karena faktor keturunan atau aku yang memang terlalu minder dengan diriku sendiri.
Aku terlahir dalam keluarga yang cukup berkecukupan, setidaknya aku hanya perlu mengatakan apa yang aku inginkan dan Taraaa aku langsung mendapatkannya, dan untuk itulah hidupku sama sekali bukan hal yang menarik. Entah harus disyukuri atau disesali saat akhirnya aku masuk dalam lingkungan keluarga ini, namun yang jelas aku tidak pernah kekurangan kasih sayang sedikit pun, baik itu dari ayah maupun dari ibu, bahkan dari kakek dan nenekku sekalipun, aku selalu mendapat senyuman kebanggaan dari mereka.
Namun entah kenapa, setiap kali senyuman yang aku dapatkan, maka hatiku terasa sakit, bahkan nafasku tersekat ditenggorokan seperti ada benjolan yang menghalang udara untuk keluar masuk dari rongga tubuhku, satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah diam dan memperhatikan. Aku suka membaca, mungkin karena itulah aku mengetahui banyak hal yang mungkin sebagian orang tidak mengetahuinya, singkat kata aku termasuk pria jenius. Setiap kali ada pertemuan keluarga, namaku tidak pernah lepas dari pembicaraan, selalu saja semua membangga-banggakan keberhasilanku.
Tetapi hal itu sama sekali tidak membuatku merasa bahagia, karena sekali punjian yang aku dapatkan maka sepuluh cacian yang akan diberkan pada adikku, Devo. Entah sejak kapan hal itu dimulai, namun saat ini aku baru menyadari betapa jauhnya jarak diantara aku dan dia. Mungkin sejak aku mendapat beasiswa pertamaku di SMA, atau saat pertama kali aku mendapatkan medali emas atas keberhasilan dalam lomba renang, atau mungkin saat aku pertama kali mendapatkan buket bunga dari gadis yang baru aku ketahui adalah seorang gadis yang ditaksir Devo sebelumnya.
Karena keterbatasanku dalam bersosialisasi inilah, yang akhirnya sedikit demi sedikit menjauhkan jarak diantara kita. Namun percayalah, aku menyayangi adikku lebih dari pada diriku sendiri, aku akan melakukan apapun demi kebahagiaannya. Mungkin karena hal itulah, aku terus berusaha untuk menjadi yang terbaik, agar ayahku bisa mempercayakan Devo padaku, agar aku diberi kesempatan untuk menjaganya sepanjang hidupku.
Ah iya, just for your information Devo bukanlah adik kandungku, kami berasal dari ibu yang berbeda, mungkin karena itulah gen yang mengalir dalam tubuhku juga berbeda. Ibuku yang berasal dari negara luar menurunkan aku dengan mata biru yang mencolok untuk dilihat, mata yang sampai saat ini jelas membuat Devo merasa jijik untuk melihatnya, yang memperjelas statusku yang berdarah campuran. Sebagai seorang kakak yang hanya bisa berdiri disampingnya dan melakukan apapun yang diinginkan pria itu, aku siap meskipun akhirnya akan dibenci Devo seumur hidup.
Tapi kemudian, segalanya tampak bebeda saat akhirnya aku bertemu dengan gadis itu...
Stay with Me, Please!
"Ehem," deheman itu membuat Kris dan Devo yang baru saja memasuki rumah menoleh kearah ruang tamu, dimana sang ayah tampak sedang membaca sebuah buku ditangannya, pria itu kemudian mengalihkan tatapannya dan menatap kearah kedua anaknya setelah melepas kacamata bacanya terlebih dahulu "Baru pulang kalian,?" tanya sang ayah dengan nada berat, Kris melangkah menuju ruang tamu dimana ayahnya berada.
"Iya, Ayah. Kami habis bersenang-senang," jawab Kris dengan sopan.
"Baiklah, luangkan waktumu untuk bersenang-senang nak..." ucap sang ayah sambil tersenyum kearah Kris kemudian matanya beralih pada Devo yang tampak masih berdiri ditempatnya "Dan kamu," ucapnya tajam "Bagaimana bisa kamu jalan tidak ingat waktu, besokkan masih ada sekolah," lanjut pria itu dengan nada yang jauh dari kata ramah. Devo tampak tersenyum sinis dari tempatnya berdiri kemudian tampa mengatakan sepatah katapun ia melangkah pergi "Hei, ayah belum selesai bicara," lanjutnya dengan nada yang lebih keras membuat Devo menghentikan langkahnya.
"Ee Ayah, sebenarnya Kris yang lupa waktu," ucap Kris menenangkan ayahnya "Kris lupa kalau malam sudah semakin larut karena keasyikan, Maaf ayah..." lanjutnya sambil menunduk, Devo yang masih berdiri ditempatnya menoleh siap untuk membantah.
"Oh begitu... Karena itu kamu yang mengatakannya, jadi ayah maafkan..." ucap pria paruh baya itu sambil menatap kearah Kris dengan senyumannya, Devo menatap penuh sesak interaksi keduanya, bahkan saat Kris tersenyum mengucapkan terimakasih dan sang ayah yang mengelus kepala anaknya dengan sayang.
Devo lagi-lagi hanya mampu tersenyum sinis dan akhirnya memilih untuk melangkah pergi memasuki kamarnya. Ia semakin lelah dengan hanya untuk bertahan dalam satu raungan yang sama dengan orang-orang yang mungkin tidak pernah menganggapnya ada.
Perlahan Kris melirik kearah adiknya yang sudah melangkah menjauh, ia menghembuskan nafas lega. Setidaknya kali ini tidak ada lagi pukulan yang akan anak itu dapatkan dari ayahnya, mungkin hanya inilah yang bisa ia lakukan untuk adiknya, mengikuti kemanapun adiknya pergi dan membereskan masalah yang ditimbulkannya diam-diam, menutupi agar ayahnya tidak mendengar hal buruk apapun yang Devo lakukan, agar ayahnya bisa mempercayainya dan sepenuhnya melepaskan tanggung jawab untuk menjaga Devo kepadanya, Dengan sabar Kris akan menunggu sampai waktu itu tiba.
Stay with Me, Please!
"Guys, gue denger primadona kampus udah masuk dari cuti panjangnya," Kris mengalihkan tatapan dari buku yang ditangannya kearah segerombolan anak cowok yang duduk tidak jauh diantaranya, bukan karean pembicaraan tentang gadis cantik yang diucapkannya, namun karena suara itu menganggu konsentrasinya dalam membaca yang membuat Kris mau tidak mau harus menoleh.
"Dan tadi pagi, si Aldo ditolak waktu nekat nyatain cinta didepan kampus," lanjut temannya yang lain mulai sedikit heboh.
"Gue penasaran, " ucap seorang pria lainnya dengan pandangan menerawang, Kris menatap mata berkilat didepannya dan keningnya sedikit berkerut, ada yang berbeda dari tatapan pria itu dimatanya.
"Dia cantik banget tau, Bodynya Oke, otaknya encer dan senyumnya... Uhhhhh, sekali aja tu lesung pipit keliatan dua hari dua malem deh loe nggak bisa tidur dibikinnya," balas temannya yang lain dengan gaya menjijikan yang sama sekali tidak enak dilihat.
"Gue curiga kalau dia pake susuk deh," Tuduh salah satu teman lainnya.
"Kalau bener, pasti digunakin buat ngegaet cowok, gadis kayak gitu perlu dikerjain nggak sih? " tanya pria bermata kilat sebelumnya.
"Eh jangan, dia kakak senior lohh..." tahan temannya yang lain.
"Ehh, itu anaknya..." ucapan itu membuat Kris ikut menoleh kearah tunjukan dari pria yang tak jauh darinya, dan tatapannya terhenti pada sosok yang baru saja mereka bicarakan. Kris terdiam sesaat sambil terus menatap kearah gadis yang melangkah perlahan dengan buku ditangannya, dan sekali-kali tersenyum pada orang-orang yang dilewatinya.
Ciri gadis periang yang jelas membuat orang tertarik, namun kemudian pria itu mengingat sesuatu saat melihat tas sandang yang dikenakannya. Tas yang sama yang dikenakan gadis yang dirampok Devo pada malam sebelumnya. Kris melirik kearah segerombolan pria yang tadi membicarakan gadis itu dan tampak sedang tertawa senang.
Kris menggeleng pelan dan mengusir fikiran buruk yang baru saja ia fikirkan dalam ingatannya, untuk apapun yang akan terjadi pada gadis itu sama sekali tidak ada urusan dengannya, gadis itu jelas bisa menjaga dirinya sendiri. Kalau ia sudah menolak pria yang tadi menembaknya, jelas kalau gadis itu juga pasti akan memilih pasangan yang benar untuk dirinya, Kris tidak perlu memikirkan hal buruk yang mungkin saja terjadi pada gadis itu, namun entah kenapa ada yang mengganjal dalam hatinya, Kris kembali menatap kearah segerombolan pria tak jauh darinya yang tampak saling melempar kode, kemudian ia kembali menatap kearah gadis yang mulai melangkah menjauh, pria-pria itu tampak tertawa senang dan mulai melangkah menjauh, mengikuti kemana gadis itu akan pergi.
Kris benar-benar tidak suka dengan keadaan ini, ia menghembuskan nafas berat dan membuka bukunya kembali. Namun lagi-lagi matanya tidak bisa dikompromi dan mulai kembali memperhatikan gadis yang sedang diikuti oleh segerombolan cowok yang sudah mulai melangkah jauh, pria itu menatap kesal dan penuh pertimbangan. Detak jantungnya bertalu-talu ikut memberontak saat tubuhnya masih tetap berada ditempatnya, dan suasana hatinya langsung berubah buruk.
"Sialan," umpat Kris kesal dan kali ini tubuhnya ikut memberontak, terbukti dengan tangannya yang dengan cepat memasukakan bukunya kedalam tas dan tubuhnya yang langsung melangkah pergi meninggalkan kursi yang masih didudukinya tadi, tujuannya jelas mengarah pada jalan yang sama yang dilalui pria-pria sebelumnya.
Bersambung ke Stay With Me, Please! ~ 03
Detail cerbung Stay With Me, Please!
- Judul cerpen : Stay With Me, Please! ~ 02
- Penulis : Mia mulyani
- Panjang : 1.880 Word
- Serial : Part 02
- Genre : Cinta, Romantis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar