Cerpen Special tahun baru sebelumnya yang berjudul 'Love is You' termasuk bergenre romantis, kali ini admin mau posting yang bergenre galau lagi. Serial kedua dari cerpen sebelumnya yang berjudul Cerpen galau Rasa yang Terpendam.
Sebuah inspirasi dari seseorang yang kagak bisa di rengkuh #Ekh dan kali ini judulnya Cerpen galau 'Cintaku Salah Alamat' untuk yang penasaran sama gimana cerpen galau kali ini. Langsung dicek aja yuk...
Thalita merebahkan tubuhnya diatas kasur kamarnya, berusaha untuk meluruskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Seperti biasa, rutinitas kerjanya memang mengharuskannya duduk berlama-lama didepan laptop membuat tubuhnya butuh istirahat. Mungkin malam ini ia akan alfa masak untuk makan malam, membiarkan kakaknya melakukan hal itu. Hidup dirantau orang tentu harus bisa mengurus semuanya sendiri.
Pandangan Thalita menerawang kearah langit-langit kamarnya, dimana satu titik fokus itu malah membuat ingatannya melayang entah kemana, dan tanpa sadar. Lagi-lagi ingatan tentang pria yang menarik perhatian ditempat kerjanya terlintas dalam ingatan. Fardhan, pria itu serpertinya akhir-akhir ini terus-terusan bergentayangan dalam ingatannya, sedikit heran kenapa hal itu bisa terjadi. Bukankah ia sudah menetapkan hatinya bahwa lebih baik hanya menjadi pengagum rahasia dari pada bersama dengan pria itu yang bahkan sampai saat ini masih belum ia ketahui sifatnya.
Tidak hanya itu, bahkan bayangan Fardhan dan seorang wanita diprofil Whatshapp pria itu semakin memperburuk keadaan, seolah memaksanya untuk bangun dari sebuah mimpi. Menariknya dengan paksa untuk menerima kenyataan yang terjadi, yang bisa ia yakinin bahwa wanita itu adalah kekasih dari Fardhan sendiri.
Tidak mau terlalu terpuruk dengan kenyataan yang nantinya mungkin akan menyisakan sebuah penyesalan. Thalita berusaha untuk menguatkan dirinya dengan berbagai alasan yang bisa membuatnya menerima kenyataan itu. Berusaha sebaik mungkin untuk mensyukuri apapun yang terjadi, bukan bermaksud untuk mencari keburukan dari orang lain, namun terkadang hal itu juga dibutuhkan untuk menjauhkan diri dari mental seorang korban.
“Arrgghh...” Keluh Thalita sebel, bukan hanya karena bayangan pria itu terus berkelebat dalam ingatannya, namun juga karena kenyataan akan respon dari dirinya sendiri. Oh ayolah, memangnya masih jamannya galau karena pria yang bahkan hanya berstatus teman itu. Atau kalau boleh diralat pacar orang itu? Melucukan bukan, dan hidupnya tentu tidak sebercanda itu.
Thalita berusaha untuk mengumpulkan ingatannya dari beberapa kejadian terakhir, mencari sesuatu yang mungkin ia lewatkan. Sebuah kejadian diamana ia bisa membuktikan bahwa hal ini memang sepantasnya terjadi. Bahkan panggilan kakaknya yang memintanya untuk makan bersama tidak ia gubris, nafsu makannya mendadak menguap begitu saja.
"Pilih aku atau Fardhan?" pertanyaan Ferdy beberapa waktu lalu terlintas dalam ingatannya.
“Kenapa aku harus memilih?” Saat itu, bukannya menjawab, Thalita malah balik bertanya. Bukan karena jawaban itu sulit, namun karena ia merasa pertanyaan itu tidak seharusnya ditanyakan. Bukankah ia sudah pernah menolak kedua pria itu meskipun berbanding balik dengan apa yang ia rasakan.
"Agar salah satu diantara kita bisa berhenti dan tau siapa yang kamu pilih tentunya," jawab Ferdy yang membuat Thalita tersenyum sinis, memangnya itu masih berlaku ya? Sudah cukup sulit untuknya menolak kedua pria itu kenapa sekarang harus dipublikasikan begini.
"Baiklah, kalau menurut kak Ferdy, aku harus pilih siapa?" Lagi-lagi Thalita balik bertanya.
"Fardhan," jawab Ferdy. Thalita melirik kearah Fardhan yang tampak sedang memainkan hanphonenya, seolah tidak mendengar apa yang sahabatnya katakan.
"Kalau menurut kak Fardhan?" tanya Thalita kembali.
"Ferdy," jawab Fardhan tanpa melepaskan pandangan dari handphonenya. Thalita tersenyum sinis, kalau diantara mereka berdua saja tidak ada yang menginginkannya, kenapa dia harus memilih. Kekesalan langsung merambati hatinya, namun memangnya apa yang ia harapkan?
"Oke, yang pasti aku nggak milih kak Ferdy," Ucap Thalita akhirnya. Kesal dengan sikap kedua makhluk itu, begini yang mereka bilang suka, perjuangan dan bla bla bla itu. Yaelah, kok masih bisa tetep Thalita yang dibilang PHP.
Thalita menarik selimut hingga menutupi wajahnya, membuang jauh-jauh ingatan tentang kejadian itu. Berusaha untuk memperkecil rasa sakit yang entah kenapa bisa ia rasakan, mungkin sepertinya hatinya belum benar-benar mati rasa. Perlahan, Thalita kembali menurunkan selimut dari wajahnya. Ingatannya berpindah kelain waktu, dimana saat itu hanya ada dirinya dan Fardhan. Tepatnya tanggal 23 Desember 2016 dimana kalimat yang Fardhan ucapkan hingga saat ini tidak pernah hilang dari ingatannya.
"Jangan suka bohongin diri sendiri, ntar kalau aku diambil orang nyesel loh..." ucap Fardhan dengan nada bercanda, Thalita melirik kearahnya dengan pandangan menilai, sepertinya itu hanya ucapan sepintas lalu. Namun entah kenapa Thalita merasa kalimat itu tidak 100% hanya bercanda, apakah pria itu sedang menggodanya?
"Kalau diambil orang , bukan jodoh berarti," balas Thalita singkat. Sebisa mungkin menyembunyikan gemuruh didadanya. Bagaimana mungkin, hanya dengan satu kalimat itu membuatnya tidak tenang. Namun mengatakan bahwa ia menyukai pria itu juga bukanlah hal yang tepat. Setelah itu bagaimana? Pacaran, marahan, kemudian putus. Bukankah itu lebih menakutkan kembali, oh ayolah... bukankah pria itu mendiamkannya selama dua hari tanpa penjelasan terlebih dahulu. Memangnya akan semenyulitkan apalagi kehidupannya setelah pacaran?
"Astaga," Thalita menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha membuang jauh-jauh fikiran tentang Fardhan. Bahkan fikirannya terlalu jauh hingga kearah pacaran? Sepertinya memang benar kalau dia hampir gila. Pertanyaan yang bahkan sampai saat ini masih terngiang diingatannya. Seberapa besar rasa suka yang ia miliki? Bagaimana jika akhirnya pria itu mendapatkan seseorang yang lebih pantas darinya?
Thalita kembali meraih handphonenya, memeriksa history chat bersama Ferdy beberapa waktu lalu untuk kembali menyakinkan hatinya, setelah berusaha menahan sakit dihatinya begitu kembali melihat profil dari Fardhan. Bahkan dengan bodohnya, ia menghapus no Fardhan dari memory hapenya. Membohongi diri sendiri bahwa profil itu bukan dari no Fardhan sendiri, Menggelikan.
'Kalau kamu mau milih Fardhan, pilih aja. Jangan fikirin prasaanku, aku pasti akan baik-baik saja,' pesan pertama yang Thalita baca kembali.
'Aku tau itu. Hanya saja, pria itu sudah berniat melupakanku sebelumnya. Saat ini aku hanya menahannya sebentar, kemudian tentu saja terserah dirinya. Tidak mungkin aku yang harus balik mengejar bukan?' balas Thalita beberapa waktu lalu.
'Untuk apapun yang akan terjadi dan bagaimanapun sikapmu, itu terserah padamu. Aku hanya ingin menjelaskan, jangan gegara aku kalian tidak jadi bersama,' Thalita tersenyum sinis membacanya, entah karena geli atau karena ia merasa kalimat itu lucu.
'Oh ayolah, aku tidak sepenuhnya menjadikan kak Ferdy sebagai alasan. Hanya saja, memang aku tidak yakin dengannya saja. Percaya sama orang itu tidak mudah loh...' kembali balasan dari Thalita.
'Benar. Hanya saja, jangan sampai menyesal, pilihan ada ditanganmu,' Balasan Ferdy membuat Thalita tersenyum. Memangnya dia siapa harus memilih segala. Kenapa dia harus memilih dengan berbagai keraguan.
'Tentunya sebelum terlambat. Karena diluaran sana kita sama sekali tidak tau apa yang terjadi, bisa saja kan kamu juga termasuk dalam pilihan dalam hidupnya. Jika kamu terlihat meragukan, bagaimana jika akhirnya bukan kamu pilihan akhirnya' Thalita membaca ulang pesan yang dikrim Ferdy.
Benar juga. Bukankah masih ada kemungkinan seperti itu, bagaimana jika pria itu juga menjadikannya sebuah pilihan. Apakah itu artinya dia harus bersaing mendapatkan pria itu? Ah ayolah, bahkan tanpa adanya saingan pun ia tidak pernah yakin pada dirinya sendiri. Mundur teratur? Tetap menjadi Secret Admirer atau berusaha melupakan rasa yang ia punya.
Mengingat beberapa kejadian lalu membuat Thalita kembali menghembuskan nafas panjang. Mungkinkah nasibnya memang harus terus seperti ini, awalnya ia menyukai seseorang bahkan berniat mengejar pria itu namun kenyataannya malah pria itu justru sudah memiliki istri bahkan menggendong anak. #Parah
Dan kali ini, apakah ia menyukai seseorang yang bahkan sudah memiliki pacar? Kenapa cintanya selalu salah alamat. Dari suami orang sekarang pacar orang, atau apakah karma itu beneran berlaku? Karena sebelumnya hubungannya dihancurkan oleh orang ketiga, maka sekarang ia harus berperan sebagai orang ketiga?
“Tidak,” bantah Thalita menepis semua pikiran buruk yang melintas dalam ingatannya “Sepertinya aku belum sejahat itu, Dia sendiri yang tidak pernah menanyakan padaku ‘Kenapa dan Mengapa’ jadi bagaimana bisa aku menjawab ‘Karena’ yahh karena tidak seharusnya menanamkan mental korban dalam diri, tentunya aku juga tidak boleh menanamkan mental pelaku dalam diriku” Lanjutnya sambil berusaha tersenyum.
Lepaskanlah, dan nantinya hanya akan ada dua kemungkinan yang terjadi, Kembali atau Terganti. Hidup memang sesimple itu bukan?
The end...
Detail cerpen Cintaku salah Alamat
Sebuah inspirasi dari seseorang yang kagak bisa di rengkuh #Ekh dan kali ini judulnya Cerpen galau 'Cintaku Salah Alamat' untuk yang penasaran sama gimana cerpen galau kali ini. Langsung dicek aja yuk...
Cerpen Galau Cintaku Salah Alamat |
Cintaku salah Alamat
Thalita merebahkan tubuhnya diatas kasur kamarnya, berusaha untuk meluruskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Seperti biasa, rutinitas kerjanya memang mengharuskannya duduk berlama-lama didepan laptop membuat tubuhnya butuh istirahat. Mungkin malam ini ia akan alfa masak untuk makan malam, membiarkan kakaknya melakukan hal itu. Hidup dirantau orang tentu harus bisa mengurus semuanya sendiri.
Pandangan Thalita menerawang kearah langit-langit kamarnya, dimana satu titik fokus itu malah membuat ingatannya melayang entah kemana, dan tanpa sadar. Lagi-lagi ingatan tentang pria yang menarik perhatian ditempat kerjanya terlintas dalam ingatan. Fardhan, pria itu serpertinya akhir-akhir ini terus-terusan bergentayangan dalam ingatannya, sedikit heran kenapa hal itu bisa terjadi. Bukankah ia sudah menetapkan hatinya bahwa lebih baik hanya menjadi pengagum rahasia dari pada bersama dengan pria itu yang bahkan sampai saat ini masih belum ia ketahui sifatnya.
Tidak hanya itu, bahkan bayangan Fardhan dan seorang wanita diprofil Whatshapp pria itu semakin memperburuk keadaan, seolah memaksanya untuk bangun dari sebuah mimpi. Menariknya dengan paksa untuk menerima kenyataan yang terjadi, yang bisa ia yakinin bahwa wanita itu adalah kekasih dari Fardhan sendiri.
Tidak mau terlalu terpuruk dengan kenyataan yang nantinya mungkin akan menyisakan sebuah penyesalan. Thalita berusaha untuk menguatkan dirinya dengan berbagai alasan yang bisa membuatnya menerima kenyataan itu. Berusaha sebaik mungkin untuk mensyukuri apapun yang terjadi, bukan bermaksud untuk mencari keburukan dari orang lain, namun terkadang hal itu juga dibutuhkan untuk menjauhkan diri dari mental seorang korban.
“Arrgghh...” Keluh Thalita sebel, bukan hanya karena bayangan pria itu terus berkelebat dalam ingatannya, namun juga karena kenyataan akan respon dari dirinya sendiri. Oh ayolah, memangnya masih jamannya galau karena pria yang bahkan hanya berstatus teman itu. Atau kalau boleh diralat pacar orang itu? Melucukan bukan, dan hidupnya tentu tidak sebercanda itu.
Thalita berusaha untuk mengumpulkan ingatannya dari beberapa kejadian terakhir, mencari sesuatu yang mungkin ia lewatkan. Sebuah kejadian diamana ia bisa membuktikan bahwa hal ini memang sepantasnya terjadi. Bahkan panggilan kakaknya yang memintanya untuk makan bersama tidak ia gubris, nafsu makannya mendadak menguap begitu saja.
"Pilih aku atau Fardhan?" pertanyaan Ferdy beberapa waktu lalu terlintas dalam ingatannya.
“Kenapa aku harus memilih?” Saat itu, bukannya menjawab, Thalita malah balik bertanya. Bukan karena jawaban itu sulit, namun karena ia merasa pertanyaan itu tidak seharusnya ditanyakan. Bukankah ia sudah pernah menolak kedua pria itu meskipun berbanding balik dengan apa yang ia rasakan.
"Agar salah satu diantara kita bisa berhenti dan tau siapa yang kamu pilih tentunya," jawab Ferdy yang membuat Thalita tersenyum sinis, memangnya itu masih berlaku ya? Sudah cukup sulit untuknya menolak kedua pria itu kenapa sekarang harus dipublikasikan begini.
"Baiklah, kalau menurut kak Ferdy, aku harus pilih siapa?" Lagi-lagi Thalita balik bertanya.
"Fardhan," jawab Ferdy. Thalita melirik kearah Fardhan yang tampak sedang memainkan hanphonenya, seolah tidak mendengar apa yang sahabatnya katakan.
"Kalau menurut kak Fardhan?" tanya Thalita kembali.
"Ferdy," jawab Fardhan tanpa melepaskan pandangan dari handphonenya. Thalita tersenyum sinis, kalau diantara mereka berdua saja tidak ada yang menginginkannya, kenapa dia harus memilih. Kekesalan langsung merambati hatinya, namun memangnya apa yang ia harapkan?
"Oke, yang pasti aku nggak milih kak Ferdy," Ucap Thalita akhirnya. Kesal dengan sikap kedua makhluk itu, begini yang mereka bilang suka, perjuangan dan bla bla bla itu. Yaelah, kok masih bisa tetep Thalita yang dibilang PHP.
Thalita menarik selimut hingga menutupi wajahnya, membuang jauh-jauh ingatan tentang kejadian itu. Berusaha untuk memperkecil rasa sakit yang entah kenapa bisa ia rasakan, mungkin sepertinya hatinya belum benar-benar mati rasa. Perlahan, Thalita kembali menurunkan selimut dari wajahnya. Ingatannya berpindah kelain waktu, dimana saat itu hanya ada dirinya dan Fardhan. Tepatnya tanggal 23 Desember 2016 dimana kalimat yang Fardhan ucapkan hingga saat ini tidak pernah hilang dari ingatannya.
"Jangan suka bohongin diri sendiri, ntar kalau aku diambil orang nyesel loh..." ucap Fardhan dengan nada bercanda, Thalita melirik kearahnya dengan pandangan menilai, sepertinya itu hanya ucapan sepintas lalu. Namun entah kenapa Thalita merasa kalimat itu tidak 100% hanya bercanda, apakah pria itu sedang menggodanya?
"Kalau diambil orang , bukan jodoh berarti," balas Thalita singkat. Sebisa mungkin menyembunyikan gemuruh didadanya. Bagaimana mungkin, hanya dengan satu kalimat itu membuatnya tidak tenang. Namun mengatakan bahwa ia menyukai pria itu juga bukanlah hal yang tepat. Setelah itu bagaimana? Pacaran, marahan, kemudian putus. Bukankah itu lebih menakutkan kembali, oh ayolah... bukankah pria itu mendiamkannya selama dua hari tanpa penjelasan terlebih dahulu. Memangnya akan semenyulitkan apalagi kehidupannya setelah pacaran?
"Astaga," Thalita menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha membuang jauh-jauh fikiran tentang Fardhan. Bahkan fikirannya terlalu jauh hingga kearah pacaran? Sepertinya memang benar kalau dia hampir gila. Pertanyaan yang bahkan sampai saat ini masih terngiang diingatannya. Seberapa besar rasa suka yang ia miliki? Bagaimana jika akhirnya pria itu mendapatkan seseorang yang lebih pantas darinya?
Thalita kembali meraih handphonenya, memeriksa history chat bersama Ferdy beberapa waktu lalu untuk kembali menyakinkan hatinya, setelah berusaha menahan sakit dihatinya begitu kembali melihat profil dari Fardhan. Bahkan dengan bodohnya, ia menghapus no Fardhan dari memory hapenya. Membohongi diri sendiri bahwa profil itu bukan dari no Fardhan sendiri, Menggelikan.
'Kalau kamu mau milih Fardhan, pilih aja. Jangan fikirin prasaanku, aku pasti akan baik-baik saja,' pesan pertama yang Thalita baca kembali.
'Aku tau itu. Hanya saja, pria itu sudah berniat melupakanku sebelumnya. Saat ini aku hanya menahannya sebentar, kemudian tentu saja terserah dirinya. Tidak mungkin aku yang harus balik mengejar bukan?' balas Thalita beberapa waktu lalu.
'Untuk apapun yang akan terjadi dan bagaimanapun sikapmu, itu terserah padamu. Aku hanya ingin menjelaskan, jangan gegara aku kalian tidak jadi bersama,' Thalita tersenyum sinis membacanya, entah karena geli atau karena ia merasa kalimat itu lucu.
'Oh ayolah, aku tidak sepenuhnya menjadikan kak Ferdy sebagai alasan. Hanya saja, memang aku tidak yakin dengannya saja. Percaya sama orang itu tidak mudah loh...' kembali balasan dari Thalita.
'Benar. Hanya saja, jangan sampai menyesal, pilihan ada ditanganmu,' Balasan Ferdy membuat Thalita tersenyum. Memangnya dia siapa harus memilih segala. Kenapa dia harus memilih dengan berbagai keraguan.
'Tentunya sebelum terlambat. Karena diluaran sana kita sama sekali tidak tau apa yang terjadi, bisa saja kan kamu juga termasuk dalam pilihan dalam hidupnya. Jika kamu terlihat meragukan, bagaimana jika akhirnya bukan kamu pilihan akhirnya' Thalita membaca ulang pesan yang dikrim Ferdy.
Benar juga. Bukankah masih ada kemungkinan seperti itu, bagaimana jika pria itu juga menjadikannya sebuah pilihan. Apakah itu artinya dia harus bersaing mendapatkan pria itu? Ah ayolah, bahkan tanpa adanya saingan pun ia tidak pernah yakin pada dirinya sendiri. Mundur teratur? Tetap menjadi Secret Admirer atau berusaha melupakan rasa yang ia punya.
Mengingat beberapa kejadian lalu membuat Thalita kembali menghembuskan nafas panjang. Mungkinkah nasibnya memang harus terus seperti ini, awalnya ia menyukai seseorang bahkan berniat mengejar pria itu namun kenyataannya malah pria itu justru sudah memiliki istri bahkan menggendong anak. #Parah
Dan kali ini, apakah ia menyukai seseorang yang bahkan sudah memiliki pacar? Kenapa cintanya selalu salah alamat. Dari suami orang sekarang pacar orang, atau apakah karma itu beneran berlaku? Karena sebelumnya hubungannya dihancurkan oleh orang ketiga, maka sekarang ia harus berperan sebagai orang ketiga?
“Tidak,” bantah Thalita menepis semua pikiran buruk yang melintas dalam ingatannya “Sepertinya aku belum sejahat itu, Dia sendiri yang tidak pernah menanyakan padaku ‘Kenapa dan Mengapa’ jadi bagaimana bisa aku menjawab ‘Karena’ yahh karena tidak seharusnya menanamkan mental korban dalam diri, tentunya aku juga tidak boleh menanamkan mental pelaku dalam diriku” Lanjutnya sambil berusaha tersenyum.
Lepaskanlah, dan nantinya hanya akan ada dua kemungkinan yang terjadi, Kembali atau Terganti. Hidup memang sesimple itu bukan?
The end...
Detail cerpen Cintaku salah Alamat
- Judul cerpen : Cintaku Salah Alamat
- Penulis : Mia mulyani
- Panjang : 1.187 Word
- Serial : Serial ke dua
- Genre : Galau, Motivasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar